Author : Eternal Jewel
Genre : Sad Romance
Rating : PG-15
Main Cast :
Krystal Jung f(x)
Choi Minho SHINee
Disclaimer : Happy reading ^^ (mian kalo marginnya berantakan ^^V)
Segerombolan
anak laki-laki menatap Krystal yang berdiri malu-malu di sudut taman itu.
Mereka saling berbisik sehingga membuat Krystal menjadi salah tingkah.
Segerombolan anak laki-laki itu lalu mendorong seorang anak keluar dari
kerumunan. Anak laki-laki itu menatap kesal pada teman-temannya.
“Ehm,
apakah kau anak yang baru pindah dari Amerika itu?” tanya anak laki-laki itu
ragu.
Krystal
menatap anak laki-laki itu. Ia memaksakan sebuah senyum canggung di bibirnya. Awkward.
Itulah yang ia rasakan.
“Ah,
ne.” jawabnya singkat.
Anak
laki-laki itu sumringah ketika mendengar Krystal yang berbicara dalam bahasa
Korea.
“Dimana
kau tinggal?” tanyanya ramah.
“Di
sana.” Ucap Krystal singkat meninggalkan anak laki-laki itu pergi.
Anak
laki-laki itu menatap teman-temannya yang memasang senyum jahil.
“Awas
kalian!” geramnya kesal.
***
Krystal
menatap kosong ke langit senja. Bosan. Ia memperbaiki posisi duduknya di tepi
jendela. Sebuah jendela persis berhadapan dengan jendelanya. Jendela itu
perlahan bergeser dan terbuka. Seorang anak laki-laki berwajah ceria
menyembulkan kepalanya keluar.
“Ya!
Kau anak yang tadi! Kenapa kau ada disini?” seru Krystal kaget melihat wajah
anak itu.
“Kenapa?
Aku tinggal disini, bodoh!” serunya tidak setuju.
Krystal
hanya memandang anak itu jengkel. Beberapa jam di Korea ia sudah mendapatkan
musuh.
“Omo,
kuharap appa cepat menyelesaikan tugasnya.” Decak Krystal seraya mengusap
keningnya.
“Mwo?
Apa yang kau katakan?”
Krystal
mendelik menatap anak laki-laki yang tersenyum jahil.
“Bukan
urusanmu!” serunya menutup jendelanya kesal.
Anak
laki-laki itu tertawa keras melihat Krystal yang kesal dengan ulahnya.
“Ya!
Kau? Kenapa kau? Kau marah padaku, hah?!” seru anak itu pada Krystal.
“Ne,
aku marah padamu! Dan satu lagi, jangan panggil aku kau! Aku punya nama!”
“Lalu
aku harus memanggilmu bagaimana?” serunya pada Krystal yang membuka kembali
jendelanya.
“Krystal.
Namaku Krystal. Oke? Jangan panggil aku kau lagi!” seru Krystal menutup
jendelanya dan mengacuhkan anak laki-laki itu.
“Baiklah,
Krystal. Namaku Minho. Senang berkenalan denganmu!” seru anak laki-laki itu
menutup jendelanya.
Krystal
membentur-benturkan kepalanya di lututnya yang terlipat.
“Kurasa
ini akan menjadi tempat yang paling menyebalkan.”
***
Langit
senja musim semi terlukis indah. Semburat merah bermunculan di cakrawala,
bagaikan benang-benang halus yang menghiasi awan. Beberapa pasang burung gereja
berterbangan dan hinggap di atap-atap rumah. Saling bersiul bersahutan. Krystal
menghirup nafas dalam. Matanya tak jemu menatap damainya suasana menjelang
senja. Suasana damai dan angin sepoi-sepoi yang bertiup memainkan rambutnya
membuat Krystal merasa nyaman duduk berjam-jam di tepi jendelanya. Pandangannya
tertuju ke jendela di hadapannya. Jendela bertirai putih itu masih tertutup
rapat seperti tadi pagi. Menandakan pemiliknya yang belum kembali.
“Aissh,
apakah dia belum pulang juga?” gumamnya bingung.
Sebuah
suara datang dari kamar di hadapannya itu. pintu kamar itu terdorong terbuka.
Krystal tersenyum simpul melihat sosok yang berdiri di ambang pintu itu.
Seorang laki-laki masuk ke kamar itu. Krystal mengenali sosoknya yang langsung
menuju jendela itu. Membukanya dan duduk di tepi jendela menghadap Krystal.
Laki-laki itu terlihat sedih.
“Wae,
Minho-ya? Apa yang terjadi padamu?” tanyanya cemas.
Laki-laki
itu tersadar dan menggelengkan kepalanya lemah.
“Wae?”
tanya Krystal kembali.
“Aniyo.
Nal gwaenchanayo.” Elaknya yang tak membuat kebingungan Krystal hilang.
Tangan
Krystal menyentuh dahi Minho.
“Apakah
kau sakit?”
“Aniyo.”
“Lalu
ada apa? Ceritakan padaku, Minho-ya. Apakah kau tidak percaya padaku?”
Minho
tersenyum tipis dan menghela nafas lelah.
“Aku
sedang patah hati.”
Mulut
Krystal menganga parah mendengar jawaban Minho.
“Patah
hati? Nugu? Siapa yang membuatmu patah hati?”
Minho
menatap kosong ke langit senja yang hampir gelap.
“Han
Seonhee.” Jawabnya singkat.
“Han
Seonhee? Gadis itu? Presiden klub teater?” seru Krystal tak percaya dengan apa
yang didengarnya.
“Ah,
kau pun tak menyangka aku akan menyatakan cinta padanya. Semua orang berkata
aku hanya bermimpi. Mendapatkan Seonhee yang merupakan primadona sekolah. Kau
pun berpikir begitu kan?” kata Minho kecewa.
“Aniyo!
Aku tidak berkata begitu!” sergah Krystal yang merasa tak enak hati dengan
perkataannya.
“Bolehkah
aku duduk di sampingmu?” pinta Minho menunjuk tempat kosong di samping Krystal.
“Ah,
ne. Tentu saja.” Ucap Krystal menggeser posisi duduknya.
Minho
melangkahkan kakinya ke arah jendela Krystal yang hanya berjarak beberapa senti
darinya dan duduk di tepinya. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Krystal yang
sontak menjadi salah tingkah.
“Mwohaneungeoya,
Minho-ya?” tanya Krystal pelan melihat Minho yang menyandarkan kepalanya
di bahunya.
“Aniyo.
Biarkan aku begini.” Ucapnya pelan.
Minho
menatap gadis itu yang kembali menengadahkan kepalanya ke langit. Sebuah
perasaan menyusup ke hatinya saat itu. Getaran yang membuatnya tersenyum tanpa
sadar. Krystal menoleh, menyadari Minho yang saat itu tengah menatapnya. Ia
segera mengalihkan pandangannya kembali ke langit ketika Minho menahannya untuk
memalingkan wajah.
Laki-laki
itu mendaratkan sebuah kecupan di bibir Krystal. Entah kecupan itu yang terlalu
lama atau waktu yang terasa berjalan amat lambat. Minho menatap dalam ke mata
Krystal yang tertunduk dalam.
“Mianhae.”
Ucap Minho tersenyum simpul.
“Kenapa
kau melakukan itu? Aku sahabatmu, Minho-ya.” Ucap Krystal pelan.
“Mianhaeyo.
Aku tidak ingin merusak persahabatan kita selama ini, tapi kini aku sadar
selama ini aku sudah menutup mata pada orang yang benar-benar kucintai dan
malah berpaling ke gadis yang baru kutemui. Aku mencintaimu, Krystal. Nae
yeojachingu-ga doejullaeyo?”
Rona
merah mewarnai pipi Krystal yang putih bersih.
“Kau
mengatakan ini bukan karena patah hati, kan? Aku bukan pelampiasanmu, Minho-ya.
Aku tidak ingin merusak persahabatan kita dengan semua omong kosong percintaan
ini. aku mencintaimu, sebagai sahabat. Tidak lebih.” Ucap Krystal. Beberapa
kalimat terakhir terlontar tanpa sadar dari mulut Krystal. Membuatnya mengutuk
kebodohannya sendiri.
Raut
wajah Minho berubah murung. Seolah-olah awan hitam menutupi wajah tampannya.
“Jadi,
kau menolakku?”
“Aniyo,
aku tidak menolakmu. Aku tidak akan pernah tega melukai hati sahabatku. Tapi
aku tak bisa menjadi kekasihmu. Aku tak ingin persahabatan kita berakhir ketika
kita putus nanti. Aku ingin hubungan kita seperti janji kita. Sahabat sampai
mati.” Jelasnya tersenyum tulus.
Krystal
melingkarkan tangannya ke pundak Minho dan mendekapnya erat ke dalam
pelukannya. Rembulan yang mulai beranjak naik menampakkan sinarnya di malam
yang gelap itu. Menyinari mereka yang sama-sama terluka karena kebodohan masing-masing.
***
Sebuah
lagu mengalun dari dalam tas Krystal. Ia tahu benar, itu ringtone
ponselnya. Ia mengaduk tasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel berwarna pink dari
dalamnya. Ia membaca nama yang tertera di layarnya. Sebuah senyum tersungging
tanpa ia sadari. Ia menyentuh tombol jawab di layarnya.
“Yeobbeoseyo?”
sapanya ramah.
“Krystal,
kaukah itu?” tanya seorang laki-laki dengan nada cemas.
“Ne,
nuguseyo?”
“Ini
aku, Choi Min Seok.”
“Ah,
Min Seok-Oppa. Apa kabarmu Oppa?”
“Ah,
kabarku baik-baik saja. Bukan karena itu aku meneleponmu Krystal. Ada yang
ingin kuberitahukan padamu.” Ucap laki-laki itu cemas.
“Mwo?”
“Ini
tentang Minho. Dia tengah sekarat. Lebih baik kau kesini. Dari tadi ia terus
menerus menyebut namamu. Itulah kenapa oppa meneleponmu.”
Hati
Krystal mencelos. Semua bayangan indahnya hari ini runtuh seketika. Ia tak bisa
mempercayai apa yang didengarnya. Mungkin lebih tepatnya Krystal tak ingin
mempercayainya. Ia terus menerus berharap ini semua adalah kebohongan belaka.
Ia berharap ketika Krystal datang kesana, Minho tengah berdiri dengan sehat di
hadapannya.
“M-m-mwo,
Oppa? Apa yang kau katakan?” kata Krystal masih tak mempercayainya.
Laki-laki
itu menghembuskan nafas berat. Ia tahu gadis ini tak akan menerimanya dengan
mudah.
“Minho,
dia sekarat. Segeralah datang ke Kangnam Hospital.”
Pandangan
Krystal kosong. Kini pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Pergi ke Kangnam
Hospital. Dengan segera ia memacu sedan putihnya menuju Kangnam Hospital.
Pikirannya tak bisa berkonsentrasi ke jalanan. Pikirannya terus melayang
kemana-mana. Memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi. Tiba-tiba sedan yang
Krystal tumpangi oleng. Dengan cepat Krystal mengambil alih kemudinya namun
semua sudah terlambat. Mobil itu melaju kencang menuju pagar pembatas jalan.
Krsytal hanya dapat menutup matanya rapat-rapat. Semua kenangan berputar cepat di
benaknya bagaikan sebuah film. Krystal tersenyum tipis.
“Selamat
tinggal.”
***
Seorang
dokter berjalan keluar dari ruang gawat darurat seraya mengusap peluhnya.
Seorang wanita berumur separuh abad menghampirirnya dengan wajah cemas. Seorang
pria yang tampak lebih tua darinya dan seorang pria berumur dua puluhan
menyusul di belakangnya.
“Bagaimana
keadaannya, Dokter?” tanya wanita itu cemas.
Dokter
itu tersenyum.
“Anak
Anda, Choi Minho berhasil melewati masa kritisnya. Dan yang lebih baik lagi, sekarang
kesadarannya perlahan-lahan kembali.”
Terdengar
helaan nafas lega dari orang-orang yang menungguinya. Wanita itu menangis
menumpahkan air mata bahagia. Kebahagiaan begitu menyelimuti hatinya dan
keluarganya. Putranya telah berhasil bertahan.
“Bolehkah
saya menemuinya, Dokter?”
“Nanti
saja, Nyonya. Kita tunggu hingga keadaannya membaik.”
“Setidaknya
dia berhasil melewati masa kritisnya, Eomma.”
***
Krystal
menatap kosong ke arah pemuda itu. Ia menerawang tangannya yang menjadi semakin
transparan. Ia tersenyum tipis. Krystal berjalan menghampiri pemuda itu. Air
matanya mengalir perlahan. Pemuda itu tengah terbaring lemah dengan mata
terpejam rapat. Sebuah kedamaian menelusup ke hari Krystal ketika melihat wajah
pemuda itu. Krystal menggigiti bibir bawahnya. Tangannya menyentuh pipi pemuda
itu.
“Minho-ya,
aku datang. Mungkin kau tak dapat melihatku. Tapi aku ingin kau tahu jika aku
benar-benar merasa bersalah sekarang. Kenapa? Karena aku tak dapat bertemu
denganmu hingga akhir hidupku. Walaupun aku sudah tidak bersamamu lagi, selama
kau terus mengingatku aku akan tetap ada dalam hatimu. Maafkan aku telah
membuatmu mengalami semua ini. Maafkan aku karena telah meninggalkanmu tanpa
pamit. Maafkan aku.”
Krystal
melanjutkan kata-katanya.
“Aku
tahu kau sudah menghadapi saat-saat yang sulit. Melawan sakitmu itu. Tapi aku
tak ingin kau menyerah, Minho. Aku ingin kau tetap hidup. Tetap tersenyum dan
tertawa seperti dulu. Berjuanglah. Aku ingin kau kembali ke pelukan keluargamu.
Aku rela walaupun harus mati, asalkan kau bahagia. Kembalilah ke dunia ini.
Lanjutkan hidupmu.”
Air
mata Krystal semakin deras mengalir.
“Mungkin
ini terakhir kalinya aku melihatmu, menyentuhmu, dan berbicara denganmu.
Sekarang aku harus pergi ke duniaku sendiri. Semoga kau bahagia, Minho-ya.”
Krystal
melangkah mantap meninggalkan pemuda itu walaupun hatinya sangat sulit untuk
melepaskannya. Hatinya berontak dan menginginkan ia tetap berada di samping
pemuda itu. Namun Krystal menelan kenyataan pahit itu. Ia tak bisa bersama pemuda
itu lagi. Dunianya kini sudah berbeda.
“Aku
rela mati asalkan kau tetap hidup dan bahagia.” Ucapnya berkali-kali.
Seseorang
memeluknya dari belakang. Krystal menoleh. Minho memeluknya erat. Air mata
menetes perlahan dari sudut matanya.
“Kumohon,
jangan pergi.” ucap Minho lirih.
Krystal
tersenyum getir.
“Lepaskan
aku, Minho-ya. Sudah saatnya aku pergi.”
“Jebal,
dorawa, Krystal. Aku, aku mencintaimu.”
Krystal
menatap kedua mata bening pemuda itu.
“Nado
saranghae. Tapi dunia kita kini sudah berbeda, Minho-ya. Aku tak
bisa bersamamu lagi.”
Minho
terdiam. Hatinya pedih menyadari kenyataan.
“Boleh
aku meminta sesuatu padamu, Minho-ya? Untuk terakhir kalinya?”
“Apa
yang kau inginkan?”
“Biarkanlah
aku pergi. Dan aku ingin kau kembali hidup seperti biasa. Janji?” ucap Krystal
mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Minho.
Minho
mengangguk dengan susah payah. Ia tak ingin gadis ini pergi meninggalkannya,
tapi mungkin ini semua yang terbaik bagi mereka.
“Ne.”
jawabnya singkat.
Tiba-tiba
sosok Krystal mengabur dari pandangan Minho. Lama-kelamaan sosok itu menghilang
dari hadapannya. Minho hanya bisa tersenyum pahit melihat Krystal yang kini
telah pergi entah kemana.
***
Minho
membuka matanya yang terpejam rapat perlahan. Ia merasakan matanya begitu berat
untuk dibuka. Ketika ia berhasil membuka matanya, ia melihat sosok ayah, ibu,
dan kakaknya yang tengah menunggu dengan sabar. Minho tersenyum lemah melihat
ketiga orang itu yang sumringah saat mengetahui Minho telah sadar.
“Kau
sudah sadar, anakku?” tanya Nyonya Choi bahagia.
Minho
tersenyum.
“Syukurlah.
Eomma, Appa, dan Hyungmu sangat mengkhawatirkanmu. Kami takut
kami akan kehilanganmu, Minho. Tapi syukurlah, kau kembali.” ucap Nyonya Choi
penuh haru.
Setetes
air mata mengalir dari sudut mata Minho. Perasaan bahagia memenuhi hatinya
karena ia mendapatkan kesempatan hidup sekali lagi. Ia mendapatkan kesempatan
untuk menyayangi keluarganya lagi. Ia mendapatkan kesempatan untuk mencintai
Krystal lagi. Krystal? Ah, gadis itu. Minho kembali teringat akan mimpinya saat
ia mengalami koma. Ia benar-benar berharap mimpinya itu hanyalah mimpi. Ia
berharap ketika ia bangun dan kembali ke kamarnya, ia dapat melihat gadis itu
tengah menunggunya seperti biasa. Dengan senyumannya yang tulus bagaikan seorang
malaikat.
***
Minho
menatap jendela di seberang kamarnya. Kosong. Tak ditemuinya sosok gadis yang
biasanya tersenyum ramah padanya. Bahkan kamar itu seperti tak tersentuh tangan
manusia lagi. Walaupun tak ada sebutir pun debu yang mengotori kamar itu, perabotannya
tetap tersusun rapi seperti tidak ada yang menempati kamar itu. Minho tersenyum
getir.
“Aku
merindukanmu, Krystal. Apa yang kau lakukan sekarang? Apakah kau bahagia
disana?” tanya Minho seraya menengadahkan pandangannya ke arah langit malam.
Bintang-bintang
menghiasi langit malam yang begitu cerah. Berlawanan dengan hati Minho yang
kini tengah dirundung duka.
“Maafkan
aku, tapi aku tak dapat merelakanmu semudah itu. Aku masih terus hidup dalam
bayanganmu. Kau tahu, setiap hari aku selalu duduk disini. Berharap kau akan
ada di kamar itu, membuka jendelanya, dan duduk disana seperti dulu. Aku
merindukan saat itu, Krystal. Semakin aku mengingatnya, semakin sakit hatiku
karena aku tahu saat itu tak akan pernah terulang lagi. Aku tahu semua ini sia-sia,
tapi aku terus berharap kau akan kembali ke sisiku. Jika aku memiliki mesin
waktu, aku benar-benar ingin memutar balik waktu dan kembali ke masa itu.
Memperbaiki semua kesalahanku dan kau tak perlu mengalami hal seperti itu.”
kata Minho lirih.
Bulir-bulir
air mata mengalir di pipinya. Setiap tetesnya semakin membuat luka Minho terasa
pedih. Satu tahun tak cukup membuat luka itu untuk sembuh. Ia masih merasakan
luka itu begitu segar, seperti kejadian itu baru saja terjadi kemarin.
“Every
time I miss you, I can only hang on with my tears.”
-END-
Aaaa minstalnya gak bersatu :D, alurnya kecepetan kak.
BalasHapus